Assalamualaikum wr wb sobat semua...
Makalah Konflik Sosial ini saya persembahkan buat sobat semua khususnya pengunjung blog ini setelah beberapa waktu yang lalu saya membagikan Analisis Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel Laskar Pelangi.
Menurut wikipedia Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Oke, saya kira tidak perlu saya jelaskan panjang lebar, langsung saja anda simak Makalah Konflik Sosial ini sampai habis...
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Konflik sosial di dalam lingkup masyarakat yang ada di Indonesia sering disebabkan oleh adanya perbedaan status sosialt. Dimana jabatan serta kekayaan sebagai acuan untuk mencapai sebuah keinginan bagi orang yang memilikinya, dalam arti bahwa yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin.
Masalah yang biasanya dihadapi oleh masyarakat majemuk adalah adanya persentuhan dan saling hubungan antara kebudayaan suku bangsa dengan kebudayaan umum lokal, dan dengan kebudayaan nasional. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial ini memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia mendemonstrasikan hubungan antar etnik dan agama telah berulangkali mengalami pasang surut yang memprihatinkan. Bahkan dalam banyak kasus, kerusuhan atau peperangan antarsuku dan agama, sering membawa korban yang tidak sedikit dan sulit untuk diatasi.
Adanya berbagai konflik ini biasanya mendekatkan kita pada satu konsep Etnosentrisme. Secara formal, Etnosentrisme didefinisikan sebagai pandangan bahwa kelompok sendiri adalah pusat segalanya dan kelompok lain akan selalu dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar kelompok sendiri. Etnosentrisme membuat kebudayaan diri sebagai patokan dalam mengukur baik buruknya, atau tinggi rendahnya dan benar atau ganjilnya kebudayaan lain dalam proporsi kemiripannya dengan kebudayaan sendiri.
Manusia merupakan sekumpulan individu yang membentuk sistem sosial tertentu dan secara bersama-sama, memiliki tujuan bersama yang hendak dicapai, dan hidup dalam satu wilayah tertentu (dengan batas tertentu)serta memiliki pemerintahan untuk mengatur tujuan-tujuan kelompoknya atau individu dalam organisasinya. Dalam masyarakat itu kemudian semakin lama terbentuk suatu struktur yang jelas yaitu terbentuknya kebiasan-kebiasan, cara (usage), nilai/norma, dan adat istiadat. Struktur sosial yang terbentuk ini kemudian lama-kelamaan menyebabkan adanya spesilisasi dalam masyarakat yang mengarah terciptanya status sosial yang berbeda antar individu.
Setiap
manusia dihadapan Tuhan adalah sama. Pernyataan tersebut merupakan hal yang
secara universal diakui oleh manusia. Namun dalam masyarakat, dipandang ada
yang berbeda karena status yang dimiliki.
Perjalanan
proses pembangunan tak selamanya mampu memberikan hasil sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh masyarakat. Pembangunan yang dilakukan di masyarakat akan
menimbulkan dampak sosial dan budaya bagi masyarakat. Pendapat ini
berlandaskan pada asumsi pembangunan itu adalah proses perubahan (sosial
dan budaya). Selain itu masyarakat tidak dapat dilepaskan dari unsur-unsur
pokok pembangunan itu sendiri, seperti teknologi dan birokrasi.
Dalam
lingkungan masyarakat dapat dilihat bahwa ada pembeda-bedaan yang berlaku dan
diterima secara luas oleh masyarakat. Perbedaan itu tidak hanya muncul dari
sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat
perbedaan ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama,
pendidikan, jenis kelamin, usia atau umur, kemampuan, tinggi badan, cakep
jelek, dan lain sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain.
Beragamnya orang yang ada di suatu lingkungan akan memunculkan stratifikasi
sosial (pengkelas-kelasan) atau diferensiasi sosial (pembeda-bedaan).
Perbedaan
status sosial di masyarakat tentunya akan diikuti pula oleh perbedaan
peran yang dimiliki sesuai dengan status sosial yang melekat pada diri
seseorang. Perbedaan-perbedaan inilah yang menimbulkan setiap individu dalam
suatu masyarakat menimbulkan adanya pelapisan sosial atau yang lebih
dikenal dengan stratifikasi sosial.
Esensi
dari stratifikasi sosial adalah setiap individu memiliki beberapa posisi
sosial dan masing-masing orang memerankan beberapa peran, sehingga hal
ini memungkinkan untuk mengklasifikasikan individu-individu kedalam kategori
status-peran,dimana perangkingan didasarkan atas posisi relative dari
peran-peran yang mereka mainkan secara keseluruhan.
Pada zaman
kuno, sebagaimana yang dikemukaan oleh Aritoteles, mengatakan bahwa di dalam
tiap Negara terdapat tiga unsur yaitu, mereka yang kaya sekali, mereka yang
miskin, dan mereka yang ada ditengah-tengahnya. Hal itu menunjukkan pada zaman
dahulu orang telah mengenal dan mengakui adanya sistem pelapisan dalan
masyarakat sebagai akibat adanya sesuatu yang mereka anggap berharga, sehingga
ada yang mempunyai kedudukan diatas dan pula di bawah.
Pada
umumnya mereka yang menduduki lapisan atas tidak hanya memeiliki satu macam
saja dari sesuatu yang dihargai oleh masyarakat, akan tetapi kedudukan yang
tinggi tersebut bersifat kumulatif. Artinya mereka yang mempunyai uang banyak,
misalnya, akan mudah mendapatkan tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, bahkan
mungkin kehormatan tertentu.
Cara yang
paling mudah untuk mengerti pengertian konsep sratifikasi sosial atau
perbedaan status sosial adalah dengan berfikir membanding-bandingkan
kemampuan, baik kemampuan kecerdasan, jabatan, maupun ekonomi, dan apa yang
dimiliki anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lainnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian plularitas?
2. Apa
yang dimaksud dengan status sosial ekonomi?
3. Apa sajakah faktor penyebab terjadinya
perbedaan status sosial ekonomi?
4. Apa sajakah dampak perbedaan status
sosial ekonomi masyakat?
5. Bagaimanakah konflik status sosial yang
terjadi di masyarakat?
6. Darimanakah sumber terjadinya konflik status
sosial di masyarakat?
7. Apa
sajakah bentuk-bentuk konflik sosial?
8.
Bagaimana solusi dari konflik status
sosial di masyarakat?
9.
Bagaimanakah konflik ekonomi dan solusi dari konflik ekonomi di masyarakat?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengertian plularitas.
2.
Mengetahui pengertian status sosial ekonomi.
3.
Mengetahui faktor penyebab terjadinya
perbedaan status sosial ekonomi.
4.
Mengetahui dampak perbedaan status
sosial ekonomi masyakat.
5.
Mengetahui konflik status sosial yang
terjadi di masyarakat.
6.
Mengetahui sumber terjadinya konflik
status sosial di masyarakat.
7.
Mengetahui bentuk-bentuk konflik sosial.
8.
Mengetahui solusi dari konflik status
sosial ekonomi di masyarakat.
9.
Mengetahui konflik ekonomi dan solusi dari konflik ekonomi di masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Plularitas
Saat kita
diajukan sebuah pertanyaan tentang negara dengan jumlah pulau terbanyak,
pastilah akan muncul jawaban Indonesia. Ya, secara geografis Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari 13 ribu pulau yang
membentang dari Sabang sampai Merauke. Masing-masing pulau dihuni oleh
komunitas masyarakat yang memiliki karakteristik sosial, budaya dan bahkan
nilai dan keyakinan serta agama yang berbeda. Hal ini tercermin dari 300 lebih
kelompok etnis yang ada di Indonesia sehingga Indonesia dikenal sebagai bangsa
yang memiliki keragaman budaya terbanyak. Dari berbagai macam suku bangsa di
Indonesia dengan beragam hasil kebudayaannya menjadikan tantangan dalam
menciptakan sebuah integrasi sosial. Dengan struktur sosial yang sedemikian
kompleks, sangatlah terbuka bagi Indonesia untuk selalu menghadapi konflik
antaretnik, kesenjangan sosial, dan sulit membangun integrasi secara tetap.
Oleh karena itu, perlu adanya suatu penanaman konsep pluralisme.
Pluralisme
dalam perspektif filsafat budaya merupakan konsep kemanusiaan yang memuat
kerangka interaksi dan menunjukkan sikap saling menghargai, saling menghormati,
toleransi satu sama lain dan saling hadir bersama atas dasar persaudaraan dan
kebersamaan; dilaksanakan secara produktif dan berlangsung tanpa konflik
sehingga terjadi asimilasi dan akulturasi budaya. Pluralitas tidak bisa
dihindarkan apalagi ditolak meskipun golongan tertentu cenderung menolaknya
karena pluralitas dianggap ancaman terhadap eksistensi komunitasnya. Sebenarnya
pluralisme merupakan cara pandang yang bersifat horisontal, menyangkut
bagaimana hubungan antarindividu yang berbeda identitas harus disikapi.
Sementara
kebudayaan dapat dimaknai sebagai fenomena material, sebagai keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1980 :
193). Kebudayaan dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh para anggota
suatu masyarakat. Sehingga suatu kebudayaan bukanlah hanya akumulasi dari
kebiasaan (folkways) dan tata kelakuan (mores ), tetapi suatu sistem perilaku
yang terorganisasi.
Penggalian
budaya nasional bukan diarahkan konformisme budaya, tetapi lebih diarahkan pada
totalitas nilai dan perilaku yang mencerminkan hasrat dan kehendak masyarakat
Indonesia dalam berbangsa dan bernegara sehingga mempunyai dua arah pokok yaitu
fungsi pelestarian dan fungsi pengembangan. Fungsi pelestarian diarahkan pada
pengenalan dan pendalaman nilai-nilai luhur budaya bangsa yang bersifat
universal, dan merupakan kekayaan budaya bangsa yang tak ternilai harganya,
sehingga diharapkan dapat menumbuhkan dan memperkokoh rasa cinta tanah air dan
kebanggan nasional. Dalam fungsi pengembangan diarahkan pada perwujudan budaya
nasional yaitu perpaduan keragaman budaya tradisional ditambah dengan
nilai-nilai baru yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai universal yang
berlaku dalam budaya masyarakat, guna memperkaya budaya bangsa dan mempekukuh
jati diri dan kepribadian bangsa.
Pluralisme
masyarakat dalam tatanan sosial agama, dan suku bangsa telah ada sejak jaman
nenek moyang, kebhinekaan budaya yang dapat hidup berdampingan secara damai
merupakan kekayaan yang tak ternilai karena diunggulkannya suatu nilai oleh
seseorang atau sekelompok masyarakat, bukan berarti tidak dihiraukannya
nilai-nilai lainnya melainkan kurang dijadikannya sebagai acuan dalam bersikap
dan berperilaku dibandingkan dengan nilai yang diunggulkannya. Ciri utama
masyarakat majemuk (plural society) sendiri menurut Furnivall (1940)
adalah orang yang hidup berdampingan secara fisik, tetapi karena perbedaan
sosial mereka terpisah-pisah dan tidak bergabung dalam sebuah unit politik.
Masyarakat
Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk (pluralistic society). Hal
tersebut dapat dilihat pada kenyataan sosial dan semboyan Bhinneka Tunggal Eka
(berbeda-beda namun satu jua). Kemajemukan Indonesia juga didukung dengan
status negara ini sebagai negara berkembang, yang selalu mengalami perubahan
yang sangat pesat dalam berbagai aspek kehidupan, baik perubahan sistem
ekonomi, politik sosial, dan sebagainya, dan dalam kenyataan tidak ada satupun
gejala perubahan sosial yang tidak menimbulkan akibat terhadap kebudayaan
setempat.
Masyarakat
Indonesia dan kompleks kebudayaannya, masing-masing plural (jamak ) dan
heterogen (anekaragam). Pluralitas sebagai kontradiksi dari singularitas
mengindikasikan adanya suatu situasi yang terdiri dari kejamakan, yaitu
dijumpainya berbagai sub kelompok masyarakat yang tidak bisa disatu kelompokkan
dengan yang lainnya, demikian pula dengan kebudayaan mereka. Sementara
heterogenitas merupakan kontraposisi dari homogenitas, mengindikasikan suatu
kualitas dari keadaan yang menyimpan ketidaksamaan dalam unsur-unsurnya.
B.
Pengertian Status Sosial Ekonomi
Status
sosial adalah sekumpulan hak dan kewajian yang dimiliki seseorang dalam
masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status sosial
yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan
dengan orang yang status sosial nya rendah.
Sratifikasi
sosial adalah dimensi vertikal dari struktur sosial masyarakat, dalam
artian malihat perbedaan masyarakat berdasarakn pelapisan yang ada, apakah
berlapis-lapis secara vertikal dan apakah pelapisan tersebut terbuka atau
tertutup. Soerjono soekanto mengatakan sosial sratification adalah
pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau
sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Sratifikasi sosial merupakan
konsep sosiologi,dalam artian kita tidak akan menemukan masyarakat seperti kue
lapis; tetapi pelapisan adalah suatu konsep untuk menyatakan bahwa masyarakat
dapat dibedakan secara vertikal menjadi kelas atas, kelas menengah, dan kelas
bawah berdasarkan kriteria tertentu.
Lebih
lanjut Soerjono mengemukakan, di dalam setiap masyarakat dimana pun selalu dan
pasti mempunyai sesuatu yang dihargai. Sesuatu yang dihargai di dalam
masyarakat bisa berupa kekayaan, ilmu pengetahuan, status haji, darah biru,
atau keturunan dari keluarga tertentu yang terhormat, atau apapun yang bernilai
ekonomis. Di berbagai masyarakat sesuatu yang dihargai tidaklah selalu sama. Di
lingkungan masyarakat pedesaan, tanah sewa dan hewan ternak,sering kali
dianggap jauh lebih berharga daripada gelar akademis, misalnya. Sementara itu
dilingkungan masyarkat kota yang modern, yang sering kali terjadi sebaliknya.
Menurut
Karl Max, kelas sosial utama terdiri atas golongan proletariat, golongan
kapitalis (borjuis) dan golongan menegah (borjuis rendah).
Pendapat diatas merupakan suatu penggambaran bahwa stratifikasi sosial sebagai
gejala yang universal, artinya dalam setiap masyarakat bagaimana pun juga
keberadaannya pasti didapatkan pelapisan sosial tersebut. Apa yang dikemukakan
oleh Karl Marx adalah salah satu bukti adanya sratifikasi sosial dalam
masyarakat sederhana sekalipun. Kriteria jenis kekayaan dan juga profesi
pekerjaan merupakan cerita yang sederhana, sekaligus menyatakan bahwa dalam
masyarakat kita tidak akan menemukan masyarakat tanpa kelas. Perkembangan
masyarakat selanjutnya menuju masyarakat yang semakian modern dan
kompleks,stratifikasi sosial yang terjadi dalam masyarakat akan semakin
banyak.
Pitirim A.
Sorokin mengemukaan bahwa sistim pelapisan dalam masyarakat itu merupakan ciri
yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup dengan teratur. Mereka
yang memiliki barang atau sesuatu yang lebih berharga dalam jumlah yang banyak
akan menduduki lapisan atas dan sebaliknya mereka yang memiliki dalm jumlah
yang relatif sedikit atau bahkan tidak memiliki sama sekali akan dipandang
mempunyai kedudukan yang rendah.
Lebih
lanjut Sorokin mengemukaan, stratifikasi sosial adalah pembendaan
penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hirarkis).
Perwujudannya adalah adanya kelas-kalas tinggi dan kelas yang lebih rendah.
Selanjutnya disebutkan bahwa dasar dan inti dari lapisan-lapisan dalam
masyarakat adalah adanya ketidakseimbangan dalam pembagian hak dan kewajiban,
kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan pengaruhnya di antara
anggota-anggota masyarakat.
C.
Faktor Penyebab Terjadinya Perbedaan
Status Sosial Ekonomi
Terjadinya stratifikasi sosial
dalam masyarakat dikarenakan sesuatu yang dihargai dalam masyarakat jumlahnya
terbatas, akibat dari hal tersebut adalah distribusi di dalam masyarakat
tidaklah merata.Mereka yang memperoleh banyak menduduki kelas atas dan mereka
yang tidak memperoleh menduduki kelas bawah.
Barang sesuatu yang dihargai
tersebut menurut Paul B Horton dan yang dikutip oleh Anshari adalah:
1.
Kekayaan dan penghasilan.
Kekayaan dan penghasilan merupaka
dua hal yang berkaitan erat; dimana penghasilan banyak kekayaan juga meningkat.
Faktor ekonomi ini akan menjadi salah satu ukuran dari stratifikasi
sosial yang ada. Mereka yang kaya dan memiliki penghasilan yang besar
akan menduduki kelas atas; sedangkan mereka yang miskin dan tidak
berpenghasilan berada pada kelas bawah.
2.
Pekerjaan
Pekerjaan disamping sebagai sarana
dalam menghasilkan pendapatan juga merupakan status yang mengandung didalamnya
prestise (penghargaan). Jenis pekerjaan akan menentukan penghasilan seseorang
dan juga penghargaan masyarakat akan seseorang yang memiliki pekerjaan.
Seperti Karl Mark yang membedakan
kelas borjuis sebagai orang yang memiliki modal atau capital dan proletariat
sebagai orang yang hanya memiliki tenaga saja atau sebagai buruh.
3.
Pendidikan
Pendidikan secara bertingkat ada
dalam masyarakat, misalnya dibedakan menjadi pendidikan dasar, pendidikan
menengah serta pendidikan tinggi. Penjenjanggan ini sekaligus menyatakan bahwa
pendidikan adalah dimensi vertikal dari stratifikasi sosial .
Mereka yang lulus dari pendidikan
tinggi biasanya diberikan gelar sesuai dengan keahliannya tersebut
seperti gelar SE dan SH dibelakang nama yang menunjukkan bahwa mereka
yang mencantumkan SE dan SH adalah mereka yang lulus dari pendidikan
tinggi dengan keahlian bidang ekonomi untuk SE (kepanjangan dari sarjana
ekonomi), dan gelar SH bagi mereka yang tamat dari pendidika tinggi dari
fakultas Hukum, SH (sajarna Hukum). Mereka yang tamat dari jurusan sosiologi
menggunakan gelar S.Sos kepanjangan dari sajarna sosiologi. Gelar ini pada
jenjang S1. Mereka yang menamatkan diri dari pendidikan menengah dan
pendidikan dasar mereka belum mendapat gelarkarena belum mempunyai keahlian
tertentu. S2 dan Doktor untuk jenjang S3. Mereka yang memiliki gelar baik S1,
S2 maupun S3 akan memiliki jenjang stratifikasi sosial atas dibandingkan
dengan mereka yang tamat pendidika menengah (SMP dan SMA) maupun yang tamat SD dan
bahkan tidak tamat SD dan tidak sekolah.
Sosiolog lain yaitu Soerjono
Soekanto mengatakan bahwa kriteria yang memjadikan masyarakat berlapis-lapis
adalah: ukuran kekayaan, ukuran menandakan adanya kuantitas atau jumlah dari
sesuatu hal. Jika ukuran kekayaan berarti ada jumlah tertentu tentang kekayaan
yang dapat dijadikan sebagai suatu tolak ukur. Dari sinilah didapatkan ukuran
kekayaan yang tinggi atau banyak, ukuran sedang cukup dan ukuran sedikit atau
miskin. Kekayaan sebagai ukuran dalam bentuk stratifikasi sosial walau
ada kuantitas tepai pada dasarnya adalah relative untuk suatu masyarakat.
4.
Ukuran Kekuasaan
Ukuran kekusaan yang didefenisikan
sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku seseorang maupun
kelompok agar berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang
memiliki kekuasaan menjadi tolak ukur dari strartifikasi sosial yang ada
dalam masyarakat. Ukuran kekuasaan akan terkait dengan besar kecilnya dan luas
sempitnya pengaruh yang dimiliki seseorang dalam masyarakat. Semakin luas
tinggi pengaruh yang dimiliki oleh seseorang semakin tinggi stratifikasi yang
dimilikinya dan semakin rendah dan sempit dan bahkan tidak memiliki pengaruh
keberadaan sesorang dalam masyarakat semakin rendah stratifikasi sosial nya.
Kekuasaan yang dimiliki seseorang bukanlah sesuatu yang bersifat formal saja
seperti pejabat pemerintah setempat maupun pejabat pemerintah yang lain.
Kekuasaan tersebut berupa kepatuhan
dan ketaatan bagi seseorang untuk mengikuti apa yang menjadi sasaran atau
perntahnya. Seorang Kyai memberikan saran kepada seseoran untuk menghentikan
minum miras atau merokok dan yang bersangkutan langsung menghentikan
tndakannya, maka kyai tersebut memeiliki kekeuasaan yang tinggi atau
kuat; demikian halnya orang lain jika apa yang mereka kehendaki dan orang
melakukannya, maka orang tersebut memiliki kekuasaan yang tinggi atau kuat.
5.
Ukuran Kehormatan
Kehormatan yang diperoleh oleh
sesorang bukanlah dari dirinya, melainkan penilaian yang datang dari orang
lain. Apakah seseorang dihormati atau tidak oleh orang lain sangat tergantung
pada orang lain, bukan bersumber pada dirinya.
Penghormatan bagi seseorang bukan
muncul sesaat, melainkan melalui proses waktu dan evaluasi penghormatan dengan
demikian bersifat obyektif bukan bersifat subyektif. Penghargaan bagi sessorang
dalm wujud penghormatan dapat bersumber pada kepribadian seseorang tersebut
karena kejujuran, ketaqwaan beragama, berani karena benar rendah hati maupun
perilaku yang di tunjuk dalam setiap harinya seperti suka menolong, memberikan
nasehat kepada kepada yang membutuhkan dan sebagainya yang setiap saat
dievalusi oleh anggota masyarakat yang lain. Penghormatan tersebut diwujudkan
orang lain akan memberikan hormat lebih dahulu atau mengulurkan tangan berjabat
tangan menempatkan duduk dalam suatu pesta atau pertemuan di depan sendirin
atau di tempat yang pas dengan kehormatannya.
6.
Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ukuran Ilmu Pengetahuan akan
meliputi dua ukuran yaitu: Pertama, ukuran formal yaitu ijasah sebagai
ukurannya semakin tingi gelar atau ijasah yang dimiliki semakin tinggi strata
sosial nya dan semakin rendah yang dimiliki, maka semakin rendah pula strata
sosial nya. Kedua, ukuran non-formal adalah profesional atau keahlian
yang mereka miliki melalui ketrampilan yang dia lakukan. Mereka memperoleh
keahlian tersebut tidak melalui jalur pendidikan formal. Pakar pengobatan
alternatif mereka memperoleh keahliannya bukan belajar difakultas kedokteran,
melainkan diperoleh dari luar pendidikan formal yang ada.
Dalam teori sosiologi, unsur-unsur
terjadinya sistem pelapisan sosial dalam masyarakat adalah:
7.
Kedudukan (Status)
Kedudukan (status) sering kali juga
dibedakan dengan kedudukan sosial (sosial status). Kedudukan
adalahsebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial
,sehungan dengan orang lain dalam kelompok tersebutatau tempat suatu kelompok
sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar
lagi.
8.
Peran (Rore)
Selain kedudukan dan peran disamping
unsur pokok dalam sistem berlapis-lapis dalam masyarakat, juga mempunyai arti
yang sangat penting bagi sistem sosial masyarakat. Status menunjukkan
tempat atau posisi seseorang dalam masyarakat, sedangkan peran menunjukan aspek
dinamis dari status, hal ini merupakan suatu tingkah laku yang diharapkan dari
seorang individu tertentu yang menduduki status tertentu.
Sedangkan kedudukan sosial
adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang
lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestasinya,hak-hak dan kewajibannya.
Dengan demikian kedudukan sosial tidaklah semata-mata merupakan kumpulan
kedudukan-kedudukan seseorang dalam kelompokn yang berbeda, tapi
kedudukan sosial tersebut mempengaruhikedudukan orang tadi dalam kelompok
sosial yang berbeda.
Oleh karena kedudukan sering
diartikan sebagai tempat seseorang dalam suatu pola atau kelompok sosial , maka
seseorang juga mempunyai beberapa kedudukan sekaligus. Hal ini disebabkan
seseorang yang biasanya ikut dalam berbagai kelompok sosial.
Kedudukan, apabila dipisahkan dari
individu yang memilikinya, hanyalah merupakan kumpulan hak dan kewajiban.
Namun, karena hak dan kewajiban itu hanya dapat terlaksanakan melalui perantara
individu, maka sulit untuk memisahkannya secara tegas.Dalam masyarakat sering
kali kedudukan dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a)
Ascribed Status
Status ini diartikan sebagai
kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan seseorang.
Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran. Misalnya, kedudukan anak seorang
bangsawan adalah bangsawan pula, seorang anak dari kasta brahmana juga akan
memperoleh kedudukan yang demikian. Kebanyakan ascribed status dijumpai
pada masyarakat dengan sistem pelapisan sosial yang tertutup, seperti
sistem pelapisan perdasarkan perbedaan ras. Meskipun demikian, bukan berarti
bahwa dalam masyrakat dengan sistem pelapisan sosial terbuka tidak
ditemui adanya ascribed status. Kita lihat misalnya kedudukan laki-laki dalam
suatu keluarga akan berbeda dengan kedudukan isteri dan anak-anaknya,
karena pada umumnya laki-laki (ayah) akan menjadi kepala keluarga.
b)
Achieved Status
Yaitu kedudukan yang dicapai oleh
seseorang dengan usaha-usaha yang sengaja dilakukan, bukan diperoleh karena
kelahiran.Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari
kemampuan dari masing-masing orang dalam mengejar dan mencapai
tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang bisa menjadi dokter, hakim, guru, dan
sebagainya, asalkan memnuh persyaratan yang telah ditentukan. Dengan demikian
tergantung pada masing-masing orang apakah sanggup dan mampuh memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan atau tidak.
Disamping kedua kedudukan tersebut
di atas, sering kali dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu
assigned-status,kedudukan yang diberikan. Assigned-status, artinya suatu
kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang
karena telah berjasa kepada masyarakat.
Di atas telah dijelaskan bahwa
seseorang dalam masyarakat dapat memiliki beberapa kedudukan sekaligus, akan
tetapi biasanya salah satu kedudukan yang selalu menonjol itulah yang merupakan
kedudukan yang utama. Dengan melihat kedudukan yang menonjol tersebut, yang
bersangkutan dapat digolongkan ke dalam strata atau lapisan tertentu dalam
masyarakat.
D.
Dampak Perbedaan Status Sosial
Ekonomi Masyarakat
Sebagian pakar menyakini bahwa
pelapisan masyarakat sesungguhnya mulai ada sejak masyarakat mengenal kehidupan
bersama. Terjadinya stratifikasi sosial atau sistem pelapisan dalam
masyarakat dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sistem pelapisan yang
terjadi dengan sendirinya artinya tanpa disengaja,dan sistem pelapisan yang
terjadi karena dengan sengaja disusun untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Lapisan-lapisan dalam masyarakat
yang terjadi dengan sendirinya atau tidak disengaja misalnya, lapisan yang
didasarkan pada umur, jenis kelamin, kepandaian, sifat, keaslian keanggotaan
kerabat kepala masyarakat, mungkin pada batas-batas tertentu berdasarkan harta.
Sedangkan sistem lapisan dalam masyarakat yang sengaja disusun untuk mencapai
tujuan tertentu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan wewenang yang
resmi dalam organisasi formal seperti pemerintahan, perusahaan, partai politik,
angkatan bersenjata dan sebagainya. Kekuasaan dan wewenang itu merupakan
sesuatu unsur khusus dalam sistem pelapisan masyarakat yang mempunyai sifat
lain daripada uang, tanah, dan benda ekonomis lainya. Hal ini disebabkan uang,
tanah, dan jenisnya dapat dibagi secara bebas dalam masyarakat tanpa merusak
keutuhan masyarakat.
Namun demikian, apabila suatu
masyarakat hendak hidup teratur dan keutuhan masyarakat tetap terjaga maka
kekuasaan dan wewenang harus pula dibagi-bagikan secara taratur, sehingga
setiap orang akan jelas dimana kekuasaan dan wewenangnya dalam organisasi,
baik secara horizontal maupun vertikal. Secara teoritis diakui bahwa manusia
dapat dianggap sederajat, akan tetapi dalam kenyataan kehidupan dalam
kelompok-kelompok sosial tidak demikian halnya. Dengan demikian pembedaan
ke dalam lapisan-lapisan merupakan gejala universal serta merupakan bagian dari
sistem sosial setiap masyarakat.
Status sosial adalah merupakan
kedudukan, peranan, dan tanggung jawab seseorang dalam masyarakatnya. Status
itu dikategorikan dalam dua bagian status karena seseorang mewarisi dari
keturunannya (ascribed status), dan status sosial yang digenggam
sebab prestasi yang diperoleh (achieved status). Kelompok ascribed
status bertali temali dengan keturunan, kelahiran dan warisan yang mereka
peroleh dari orang tua atau kakek buyut, dan tidak dibutuhkan jerih lelah untuk
masuk dalam kategori ini. Dalam masyarakat sederhana, karakteristik ascribed
status dipandang sebagai suksesi yang tidak pernah diperdebatkan. Sebaliknya,
orang yang dikelompokkan dalam kategori achieved status adalah orang yang harus
berjerih lelah, untuk menghasilkan sesuatu yang diakui oleh masyarakat luas.
Tidak dikenal paham suksesi, yang berlaku adalah usaha dan prestasi.
Fenomena dan realitas sosial
serupa mencolok dalam masyarakat maju, di mana kontestasi merupakan syarat
menuju puncak prestasi. Kedua model status sosial itu terpatri dalam
benak masyarakat, diakui, diupayakan – kendati pun dicemooh – tetapi telah
berlangsung berabad-abad dalam peradaban manusia. Untuk memahami eksistensi dua
status sosial itu, kita mudah mencari, apakah kontribusi mereka bagi
masyarakat dan lingkungan sosial pada zamannya.
Status sosial atau yang sering
disebut stratifikasi sosial menunjukkan adanya suatu ketidakseimbangan yang
sistematis dari kesejahteraan, kekuasaan dan prestise (gengsi) yang merupakan
akibat dari adanya posisi sosial (rangking sosial) seseorang di masyarakat.
Sedangkan ketidakseimbangan dapat didefinisikan sebagai perbedaan derajat dalam
kesejahteraan, kekuasaan dan hal-hal lain yang terdapat dalam masyarakat.
Adanya perbedaan status sosial dalam
hal ini menyangkut perbedaan perekonomian, dapat menimbulkan adanya kecemburuan
sosial, kesejahteraan yang tidak merata, bahkan bisa menyebabkan perbuatan yang
melanggar hukum. Perbedaan status sosial ekonomi secara tidak langsung dapat
mempengaruhi kehidupan masyarakat terutama yang berada pada lapisan bawah.
E.
Konflik Status Sosial
Adanya perbedaan status sosial
ekonomi dapat menimbulkan konflik sosial tersendiri bagi masyarakat. Konflik
sosial berarti pertentangan antara kelompok-kelompok sosial dalam
masyarakat yang diikat atas dasar suku, ras, jenis kelamin, kelompok, status
ekonomi, status sosial , bahasa, agama, dan keyakinan politik, dalam suatu
interaksi sosial yang bersifat dinamis. Baik dalam masyarakat homogen
maupun dalam masyarakat majemuk. Konflik sosial dapat terjadi karena
adanya perbedaan yang disebabkan adanya ketidak-adilan dalam akses pada
sumberdaya ekonomi dan politik. Adanya ketidak-adilan akses pada sumberdaya
ekonomi dan politik memperparah berbagai prasangka yang sudah ada di antara
kelompok-kelompok sosial. Konflik sosial merupakan hal yang sering terjadi
mustahil dihilangkan sama sekali. Yang harus dicegah adalah konflik yang
menjurus pada pengrusakan dan penghilangan salah satu pihak atau para pihak
yang berkonflik. Oleh karena itu konflik harus dikendalikan, dikelola, dan
diselesaikan melalui hukum yang berarti melalui jalan damai.
Macam-macam Konflik Status:
1. Konflik Status bersifat Individual:
Konflik status yang dirasakan seseorang
dalam batinnya sendiri.
Contoh:
a)
Seorang wanita harus memilih sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga
b)
Seorang anak harus memilih meneruskan kuliah atau bekerja
.
2. Konflik Status Antar Individu:
Konflik status yang terjadi antara
individu yang satu dengan individu yang lain, karena status yang dimilikinya.
Contoh:
a)
Perebutan warisan antara dua anak dalam keluarga
b)
Tono beramtem dengan Tomi gara-gara sepeda motor yang dipinjamnya dari kakak
mereka.
F.
Sumber Konflik Sosial
Konflik yang terjadi pada manusia
bersumber pada berbagai macam sebab. Begitu beragamnya sumber konflik yang
terjadi antar manusia, sehingga sulit itu untuk dideskripsikan secara jelas dan
terperinci sumber dari konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya
bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu ternyata
tidak menjadi sumber konflik, demikian halnya sebaliknya. Kadang sesuatu yang
sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik antara manusia. Konflik dilatarbelakangi
oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.
perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik,
kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan
situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang
tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat
lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu
sendiri. Kesimpulannya sumber konflik itu sangat beragam dan kadang sifatnya
tidak rasional. Oleh karena kita tidak bisa menetapkan secara tegas bahwa yang
menjadi sumber konflik adalah sesuatu hal tertentu, apalagi hanya didasarkan
pada hal-hal yang sifatnya rasional. Pada umumnya penyebab munculnya konflik
kepentingan sebagai berikut: (1) perbedaan kebutuhan, nilai, dan tujuan, (2)
langkanya sumber daya seperti kekuatan, pengaruh, ruang, waktu, uang,
popularitas dan posisi, dan (3) persaingan. Ketika kebutuhan, nilai dan tujuan
saling bertentangan, ketika sejumlah sumber daya menjadi terbatas, dan ketika
persaingan untuk suatu penghargaan serta hak-hak istimewa muncul, konflik
kepentingan akan muncul (Johnson & Johnson, 1991). Menurut Anoraga (dalam
Saputro, 2003) suatu konflik dapat terjadi karena perbendaan pendapat, salah
paham, ada pihak yang dirugikan, dan perasaan sensitif.
1.
Perbedaan pendapat
Suatu
konflik yang terjadi karena pebedaan pendapat dimana masing-masing pihak merasa
dirinya benar, tidak ada yang mau
mengakui kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut amat tajam maka dapat menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan dan sebagainya.
mengakui kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut amat tajam maka dapat menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan dan sebagainya.
2. Salah paham
Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik.
Misalnya tindakan dari seseorang yang tujuan sebenarnya baik tetapi diterima
sebaliknya oleh individu yang lain.
3. Ada pihak yang
dirugikan
Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-masing
pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga seseorang yang dirugikan merasa
kurang enak, kurang senang atau bahkan membenci.
4. Perasaan sensitif
Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan tindakan
orang lain. Contoh, mungkin tindakan seseorang wajar, tetapi oleh pihak lain
dianggap merugikan.
Baron & Byrne (dalam Kusnarwatiningsih, 2007) mengemukakan konflik
disebabkan antara lain oleh perebutan sumber daya, pembalasan dendam, atribusi
dan kesalahan dalam berkomunikasi. Sedangkan Soetopo (2001) juga mengemukakan
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya konflik, antara lain:
a)
ciri umum dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik
b)
hubungan pihak-pihak yang mengalami konflik sebelum terjadi konflik
c)
sifat masalah yang menimbulkan konflik
d)
lingkungan sosial tempat konflik terjadi
e)
kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik
f)
strategi yang biasa digunakan pihak-pihak yang mengalami konflik
g)
konsekuensi konflik terhadap pihak yang mengalami konflik dan terhadap pihak
lain
h)
tingkat kematangan pihak-pihak yang berkonflik.
Ada enam kategori penting dari kondisi-kondisi pemula (antecedent
conditions) yang menjadi penyebab konflik, yaitu:
a)
persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources)
b)
ketergantungan pekerjaan (task interdependence)
c)
kekaburan bidang tugas (jurisdictional ambiguity)
d)
problem status (status problem)
e)
rintangan komunikasi (communication barriers)
f)
sifat-sifat individu (individual traits)
(Robbins, Walton & Dutton dalam Wexley & Yukl,
1988).
Schmuck (dalam Soetopo dan Supriyanto, 1999) mengemukakan bahwa kategori sumber-sumber konflik ada empat, yaitu
Schmuck (dalam Soetopo dan Supriyanto, 1999) mengemukakan bahwa kategori sumber-sumber konflik ada empat, yaitu
a)
adanya perbedaan fungsi dalam organisasi
b)
adanya pertentangan kekuatan antar orang dan subsistem
c)
adanya perbedaan peranan
d)
adanya tekanan yang dipaksakan dari luar kepada organisasi.
Sedangkan Handoko (1998) menyatakan bahwa sumber-sumber konflik adalah
sebagai berikut.
a)
Komunikasi: salah pengertian yang
berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang
mendua dan
tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.
b)
Struktur: pertarungan kekuasaan antar
departemen dengan kepentingan-kepentingan atau sistem penilaian yang
bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas,
atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja
untuk mencapai tujuan mereka.
c)
Pribadi: ketidaksesuaian tujuan atau
nilai-nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada
jabatan mereka,
dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi.
Berbeda pula dengan pendapat Mangkunegara (2001) bahwa penyebab konflik dalam organisasi adalah: (1) koordinasi kerja yang tidak dilakukan, (2) ketergantungan dalam pelaksanaan tugas, (3) tugas yang tidak jelas (tidak ada diskripsi jabatan), (4) perbedaan dalam orientasi kerja, (5) perbedaan dalam memahami tujuan organisasi, (6) perbedaan persepsi, (7) sistem kompetensi intensif (reward), dan (8) strategi permotivasian yang tidak tepat.
dan perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi.
Berbeda pula dengan pendapat Mangkunegara (2001) bahwa penyebab konflik dalam organisasi adalah: (1) koordinasi kerja yang tidak dilakukan, (2) ketergantungan dalam pelaksanaan tugas, (3) tugas yang tidak jelas (tidak ada diskripsi jabatan), (4) perbedaan dalam orientasi kerja, (5) perbedaan dalam memahami tujuan organisasi, (6) perbedaan persepsi, (7) sistem kompetensi intensif (reward), dan (8) strategi permotivasian yang tidak tepat.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang sumber konflik sebagaimana
dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat ditegaskan bahwa sumber konflik dapat
berasal dari dalam dan luar diri individu. Dari dalam diri individu misalnya
adanya perbedaan tujuan, nilai, kebutuhan serta perasaan yang terlalu sensitif.
Dari luar diri individu misalnya adanya tekanan dari lingkungan, persaingan,
serta langkanya sumber daya yang ada.
a)
Faktor Penyebab Konflik
1)
Perbedaan individu
Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi
faktor penyebab terjadinya konflik, biasanya perbedaan individu yang menjadi
sumber konflik adalah perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah
individu yang unik, artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang
berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu
hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial,
sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman,
tentu perasaan setiap warganya akan berbedabeda. Ada yang merasa terganggu
karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2)
Perbedaan latar belakang kebudayaan
Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya
akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3)
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki perasaan,
pendirian maupun latar belakang kebudayaan
yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda- beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.
Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda- beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan.
Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
4)
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Makalah Konflik Sosial
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotong royongan berganti
menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis
pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang
disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah
menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung
tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan prosesproses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
G. Bentuk Konflik Sosial
Sasse (1981) mengajukan istilah yang bersinonim maknanya
dengan nama conflict style, yaitu cara orang bersikap ketika menghadapi
pertentangan. Conflict style ini memiliki kaitan dengan kepribadian. Maka orang
yang berbeda akan menggunakan conflict style yang berbeda pada saat mengalami
konflik dengan orang lain. Sedangkan Rubin (dalam Farida, 1996) menyatakan
bahwa konflik timbul dalam berbagai situasi sosial, baik terjadi dalam diri
seseorang individu, antar individu, kelompok, organisasi maupun antar negara.
Ada banyak kemungkinan menghadapi konflik yang dikenal dengan istilah manajemen
konflik. Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya,
bentuknya, dan jenisnya. Soetopo (1999) mengklasifikasikan jenis konflik,
dipandang dari segi materinya menjadi empat, yaitu:
1. Konflik tujuan
Konflik tujuan terjadi jika ada dua tujuan atau yang kompetitif bahkan
yang kontradiktif.
2. Konflik peranan
Konflik peranan timbul karena manusia memiliki lebih
dari satu peranan dan tiap peranan tidak selalu memiliki kepentingan yang
sama.
sama.
3.
Konflik nilai
Konflik nilai dapat muncul karena pada dasarnya nilai
yang dimiliki setiap individu dalam organisasi tidak sama, sehingga konflik
dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.
dapat terjadi antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan organisasi.
4.
Konflik kebijakan
Konflik
kebijakan dapat terjadi karena ada ketidaksetujuan individu atau kelompok
terhadap perbedaan kebijakan yang dikemuka- kan oleh satu pihak dan kebijakan
lainnya.
Konflik dipandang destruktif dan disfungsional bagi individu yang terlibat
apabila:
1.
Konflik terjadi dalam frekuensi yang tinggi dan menyita sebagian besar
kesempatan individu untuk berinteraksi. Ini menandakan bahwa problem tidak
diselesaikan secara kuat. Sebaliknya, konflik yang konstruktif terjadi dalam
frekuensi yang wajar dan masih memungkinkan individu-individunya berinteraksi
secara harmonis.
2.
Konflik diekspresikan dalam bentuk agresi seperti ancaman atau paksaan dan
terjadi pembesaran konflik baik pembesaran masalah yang menjadi isu konflik
maupun peningkatan jumlah individu yang terlibat. Dalam konflik yang
konstruktif isu akan tetap terfokus dan dirundingkan melalui proses pemecahan
masalah yang saling menguntungkan.
3.
Konflik berakhir dengan terputusnya interaksi antara pihak-pihak yang terlibat.
Dalam konflik yang konstruktif, kelangsungan hubungan antara pihak-pihak yang
terlibat akan tetap terjaga. Sedangkan Handoko (1984) membagi konflik menjadi 5
jenis yaitu: (1) konflik dari dalam individu, (2) konflik antar individu dalam
organisasi yang sama, (3) konflik antar individu dalam kelompok, (4) konflik
antara kelompok dalam organisasi, (5) konflik antar organisasi.
Berbeda dengan pendapat diatas Mulyasa (2003) membagi
konflik berdasarkan tingkatannya menjadi enam yaitu: (1) konflik intrapersonal,
(2) konflik interpersonal, (3) konflik intragroup, (4) konflik intergroup, (5)
konflik intraorganisasi, dan (6) konflik interorganisasi. Menurut Dahrendorf
(1986), konflik dibedakan menjadi 4 macam: (1) konflik antara atau dalam peran
sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau
profesi (konflik peran (role); (2) konflik antara kelompok-kelompok sosial
(antar keluarga, antar gank); (3) konflik kelompok terorganisir dan tidak
terorganisir (polisi melawan massa); dan (4) konflik antar satuan nasional
(perang saudara). Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut: (1)
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group) yang mengalami
konflik dengan kelompok lain; (2) keretakan hubungan antar kelompok yang
bertikai; (3) perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbul nya rasa
dendam, benci, saling curiga dan sebagainya; (4) kerusakan harta benda dan
hilangnya jiwa manusia; dan (5) dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak
yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori konflik mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat
memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi;
pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan
pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut.
1.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan
percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
2.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan
percobaan untuk "memenangkan" konflik.
3.
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan
yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
4.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk
menghindari konflik.
H. Solusi Pemecahan Konflik Sosial
Usaha manusia untuk meredakan
pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan dinamakan “akomodasi”.
Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan diri pada keadaan
tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :
1. Gencatan
senjata,
yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna melakukan suatu
pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk melakukan
perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan perundingan
perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
2. Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang
langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang memberikan keputusan dan diterima
serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian seperti ini terlihat setiap hari
dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat spontan dan informal.
Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya menunjuk pengadilan.
3. Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh
pihak ketiga tetapi tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
4. Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan
keinginan pihak-pihak yang berselisih sehingga tercapai persetujuan bersama.
Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan perburuhan yang dibentuk Departemen Kestabilan N
Tenaga Kerja.
Bertugas menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh,
hari-hari libur, dan lain-lain.
5. Stalemate, yaitu keadaan ketika kedua belah
pihak yang bertentangan memiliki kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada
suatu titik tidak saling menyerang. Keadaan ini terjadi karena kedua belah
pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau mundur. Sebagai contoh : adu
senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada masa Perang dingin.
Adapun cara-cara yang lain untuk
memecahkan konflik sosial adalah :
1. Elimination, yaitu pengunduran diri salah satu
pihak yang terlibat di dalam konflik, yang diungkapkan dengan ucapan antara
lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
2. Subjugation
atau domination, yaitu orang atau pihak yang
mempunyai kekuatan terbesar untuk dapat memaksa orang atau pihak lain
menaatinya. Sudah barang tentu cara ini bukan suatu cara pemecahan yang
memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat.
3. Majority
rule, yaitu suara terbanyak yang
ditentukan melalui voting untuk mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority
consent, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan senang hati
oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa dikalahkan
dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
6. Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan
mempertimbangkan kembali pendapat-pendapat sampai diperoleh suatu keputusan
yang memaksa semua pihak.
I.
Konflik Ekonomi dan Solusi Konflik Ekonomi
1.
Masalah Kemiskinan
Pada akhir tahun 1996 jumlah
penduduk miskin Indonesia sebesar 22,5 juta jiwa atau sekitar 11,4% dari jumlah
seluruh penduduk Indonesia. Namun, sebagai akibat dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan sejak pertengahan tahun 1997, jumlah penduduk miskin pada akhir
tahun itu melonjak menjadi sebesar 47 juta jiwa atau sekitar 23,5% dari jumlah
keseluruhan penduduk Indonesia. Pada akhir tahun 2000, jumlah penduduk miskin
turun sedikit menjadi sebesar 37,3 juta jiwa atau sekitar 19% dari jumlah
seluruh penduduk Indonesia.
Dari segi distribusi pendapatan nasional, penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok berpenghasilan besar atau kelompok kaya Indonesia.
Dari segi distribusi pendapatan nasional, penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok berpenghasilan besar atau kelompok kaya Indonesia.
Upaya penanggulangan kemiskinan
dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya program IDT (Inpres Desa
Tertinggal), KUK (Kredit Usaha Kecil), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen) PKT
(Program Kawasan Terpadu), GN-OTA dan program wajib belajar.
2.
Masalah Keterbelakangan
Masalah yang dihadapi adalah
rerndahnya tingkat pendapatan dan pemerataannya, rendahnya pelayanan kesehatan,
kurang terpeliharanya fasilitas umum, rendahnya tingkat disiplin masyarakat,
renddahnya tingkat keterampilan, rendahnya tingkat pendidikan formal, kurangnya
modal, produktivitas kerja, lemahnya manajemen usaha. Untuk mengatasi masalah
ini pemerintah berupaya meningkatkan kualitas SDM, pertukranan ahli, transper
teknologi dari Negara maju.
3.
Masalah pengangguran dan kesempatan
kerja
Masalah pengangguran timbul karena
terjadinya ketimpangan antara jumlah angkatan kerja dan kesempatan kerja yang
tersedia. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah melakukan pelatihan bagi
tenaga kerja sehingga tenaga kerja memeiliki keahlian sesuai dengan lapangan
kerja yang tersedia, pembukaan investasi baru, terutama yang bersifat padat
karya, pemberian informasi yang cepat mengenai lapangan kerja
4.
Masalah kekurangan modal
Kekurangan modal adalah suatu cirri
penting setiap Negara yang memulai proses pembangunan. Kekurangan modal
disebabkan tingkat pendapatan masyarakat yang rendah yang menyebabkan tabungan
dan tingkat pembentukan modal sedikit. Cara mengatasinya melalui peningkatan
kualitas SDM atau peningkatan investasi menjadi lebih produktif.
5.
Krisis Nilai Tukar
Krisis mata uang yang telah
mengguncang Negara-negara Asia pada awal tahun 1997, akhirnya menerpa
perekonomian Indonesia. Nilai tukar rupiah yang semula dikaitkan dengan dolar
AS secara tetap mulai diguncang spekulan yang menyebabkan keguncangan pada
perekonomian yang juga sangat tergantung pada pinjaman luar negeri sektor
swasta. Pemerintah menghadapi krisis nilai tukar ini dengan melakukan
intervensi di pasar untuk menyelamatkan cadangan devisa yang semakin menyusut.
Pemerintah menerapkan kebijakan nilai tukar yang mengambang bebas sebagai
pengganti kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pluralisme dalam perspektif filsafat
budaya merupakan konsep kemanusiaan yang memuat kerangka interaksi dan
menunjukkan sikap saling menghargai, saling menghormati, toleransi satu sama
lain dan saling hadir bersama atas dasar persaudaraan dan kebersamaan; dilaksanakan
secara produktif dan berlangsung tanpa konflik sehingga terjadi asimilasi dan
akulturasi budaya. Pluralitas tidak bisa dihindarkan apalagi ditolak meskipun
golongan tertentu cenderung menolaknya karena pluralitas dianggap ancaman
terhadap eksistensi komunitasnya. Sebenarnya pluralisme merupakan cara pandang
yang bersifat horisontal, menyangkut bagaimana hubungan antarindividu yang
berbeda identitas harus disikapi.
Adanya plularitas inilah yang
mengakibatkan adanya status sosial ekonomi. Faktor status sosial ekonimi
diantaranya ialah; kekayaan dan penghasilan, pekerjaan, pendidikan, ukuran
kehormatan, ukuran kekuasaan, ukuran ilmu pengetahuan, kedudukan dan peran.
Perbedaan status sosial akan dapat berdampak pada konflik sosial diantara
penyebabnya antara lain; perbedaan pendapat, salah paham, ada pihak yang
dirugikan dan perasaan yang sensitif.
Konflik yang terjadi pada manusia ada berbagai macam ragamnya, bentuknya,
dan jenisnya. Soetopo (1999) mengklasifikasikan jenis konflik, dipandang dari
segi materinya menjadi empat, yaitu: Konflik
tujuan. Konflik peranan, Konflik nilai, Konflik kebijakan.
Adapun cara-cara yang lain untuk
memecahkan konflik sosial adalah : Elimination, Subjugation
atau domination, Majority
rule, Minority
consent, Kompromi, Integrasi.
Untuk mengatasi atau solusi dari
konflik status sosial ekonomi di masyarakat permasalahan ekonomi adalah sebuah
topik dari banyak topik dalam mempelajari ilmu ekonomi. Dan merupakan topik
yang paling banyak dibicarakan baik itu di masyarakat maupun media.
Di Indonesia terdapat banyak sekali
permasalahan ekonomi. Pemerintah selalu berupaya untuk menghilangkan
masalah-masalah ekonomi di negeri kita ini, meskipun belum semuanya dapat
terlaksana dan terealisasikan dengan baik. Sebagai warga Negara kita dapat
berpartisipasi untuk mengatasi masalah ini. Misalnya dengan cara belajar dengan
baik dan membayar pajak
B.
Saran
Dari beberapa konflik yang ada kita
bisa menyarankan untuk para orang – orang bersangkutan sebaiknya dari
permasalahan ini kita mencari jalan keluar agar masalah yang ada segera untuk
menyelesaikan masalah yang ada di sekitar dan di Indonesia. Selain itu, kita
bisa mengambil makna dari permasalahan yang ada disekitar.
DAFTAR
PUSTAKA
W. Hefner, Robert.2011.Politik Multikulturalisme.Yogyakarta:Kanisius.
Syam, Nur.2013.Tantangan Multikulturalisme Indonesia.Yogyakarta:Kanisius
Naim, Ngaimin, dkk. 2008. Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: AR-RUZZ media group.
Sakai, Minako. Konflik sekitar Devolusi Kekuasaan
Ekonomi dan Politik: Suatu Pengantar, (The University of New South Wales)
wikipedia.org
Demikian Makalah Konflik Sosial ini, semoga bermanfaat..
Post a Comment
Post a Comment